Kamis, 20 November 2014

Pelayaran Antarpulau (Palembang-Bangka, Bangka-Palembang)


Gambar 1. Peta Pulau Bangka-Belitung

            Pelayaran antara Palembang dan Bangka adalah merupakan pelayaran yang begitu banyak mengalami perkembangan. Mulai dari rute yang dilalui hingga jenis kapal yang digunakan.
Pulau Bangka atau yang lebih dikenal dengan kepulauan Bangka Belitung secara geografis terletak pada 104050’ sampai 108018’ Bujur Timur dan 1020’ sampai 3015’ Lintang Selatan. Di pulau Bangka terdapat beberapa pelabuhan dan berapa diantaranya masih digunakan sementara ada yang telah non-aktifkan. Demikian juga di Pelembang Sumatera Selatan, ada beberapa pelabuhan yang masih juga difungsikan.
Untuk Bangka, sebelum dipindahkan ke pelabuhan Muntok maka pelabuhan berada di desa Kayu Arang. Pelabuhan yang ada di Kayu Arang merupakan salah satu pelabuhan untuk akses Bangka-Palembang era 90-an. Kapal-kapal yang digunakan pun hanya kapal Fery belum ada kapal cepat seperti sekarang.

Gambar 2. Aktifitas berlayar wajah tempo dulu


Dengan berpindahnya pelabuhan sebagai tempat berlabuh kapal dari Palembang-Bangka ataupun sebaliknya Bangka-Palembang, bukan hanya jumlah kapal yang ditambah, tetapi juga jenis kapal pun ditingkatkan.

Gambar 3. Salah satu kapal Ferry yang sedang beroperasi menuju Bangka

Menjelang tahun-tahun 2000, pelabuhan di Kayu Arang dipindahkan ke Pelabuhan Muntok. Namun, pada akhirnya pelabuhan Muntok dipindahkan lagi ke pelabuhan Tanjung Kalian. Demikianlah hingga sekarang masih tetap di pelabuhan yang sama. Sedangkan untuk pelabuhan Muntok difungsikan sebagai pelabuhan bagi kapal-kapal speedboat, kapal nelayan, dan kapal-kapal kecil lainnya. Mirisnya, pelabuhan Kayu Arang yang merupakan pelabuhan senior dari Muntok dan Tanjung Kalian justru terbengkalai, tidak lagi dipandang sebagai sebuah pelabuhan yang pernah berjasa.
Sedangkan di Palembang selain ada pelabuhan Tangga Buntung yang telah dahulu beroperasi, ada juga pelabuhan boom baru. Pada akhirnya, kedua pelabuhan itu juga menjalani fungsinya tersendiri. Berbeda dengan di Bangka yang menampung kapal ferry dan kapal cepat dalam satu pelabuhan, di Palembang pelabuhan Tangga Buntung dikhusukan bagi Kapal Ferry untuk berlabuh. Sedangkan pelabuhan boom baru digunakan tempat kapal cepat berlabuh. Jarang kedua pelabuhan cukup jauh. Bahkan dahulu, kapal ferry yang mau berangkat ataupun baru tiba dari Bangka selalu melewati bawah jembatan ampera.


Gambar 4. Jembatan Ampera tempo dulu. Keterangan: dahulunya, ketika kapal besar ada yang lewat, maka jembatan ampera dapat diangkat seperti gambar.


Pelabuhan Tangga Buntung yang terletak di 35 Ilir Palembang difungsikan cukup lama, hingga akhirnya dipindahkan ke Tanjung Api-api (diresmikan 11/12/2013). Alasan beprindah-pindahnya pelabuhan ini terkait jarak tempuh yang diefektifkan. Jika dahulu penyeberangan dari Tangga Buntung memakan waktu selama 8-12 jam, dari Tanjung Api-api hanya menempuh waktu kurang lebih 3 jam menggunakan kapal ferry. sejauh ini yang baru dipindahkan hanya kapal ferry, sedangkan untuk kapal cepat masih di pelabuhan lama yaitu pelabuhan Boom Baru.



Gambar 5. Kapal Cepat Ekspress Bahari

Tujuan Pelayaran:
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, banyak hal yang menjadi motif seseorang untuk melakukan pelayaran salah satunya motif ekonomi. selain itu, diikuti pula keinginan untuk berwisata, melakukan perpindahan, mudik dan lainnya. Dalam pelayaran yang dilakukan terkadang juga mendapat hambatan seperti cuaca buruk. cuaca buruk seperti angin kencang menyebabkan ombak menjadi lebih tinggi. Dengan kondisi ombak yang demikian, membuat orang-orang agak takut untuk melakukan kegiatan pelayaran ini. Sekitar bulan Agustus hingga Januari ombak diperkirakan akan menjadi lebih tinggi dari biasanya.

Nb: *Penulis adalah mahasiswa ilmu sejarah at Padang, Andalas University

Sabtu, 08 Februari 2014

Eksistensi Orang Minang

Orang Minang Di Bangka: 
Sebuah Transformasi Peran
by: Yuliarni
(Andalas University)


Merantau, adalah sebutan yang tepat untuk orang Minang sebab dalam faktanya dapat dilihat hampir ada di setiap penjuru kawasan Indonesia. Kegiatan tersebut tentu saja tidak dapat terlepas dari berbagai faktor kepentingan. Definisi Merantau itu sendiri dalam kaitannya dengan orang Minang adalah tradisi untuk meninggalkan kampung halaman bagi setiap laki-laki remaja dan dewasa Minangkabau. Tujuan pokok adalah untuk mencari penghidupan di tempat lain. Faktor utama merantau adalah ekonomi, kemudian diikuti oleh pendidikan, pengalaman dan mencari kerja.
Eksistensi orang Minang yang hampir ada di seluruh penjuru sudut Indonesia mampu membuat orang Minang dikenal secara luas di mata Indonesia bahkan dunia. Minang yang identik dengan Padang pada akhirnya membuat orang-orang di salah satu daerah rantauannya yaitu Pualu Bangka kerap menyebut dengan sebutan orang Padang. Hal itu bukan bermaksud apa-apa melainkan karena ketidaktahuan semata terhadap persoalan penyebutan. Jadi walaupun seorang Minang yang ditemui berasal dari daerah Batu Sangkar atau daerah-daerah lainnya dari Sumatera Barat, tetap saja disebut orang Padang.
            Pulau Bangka sebagai salah satu daerah yang menampung berbagai etnis termasuk salah satunya etnis Minang. Dalam perkembangannya yang selama ini nampak cukup menjalin hubungan mesra dengan etnis-etnis lain terutama etnis Tionghoa. Hal itu berhubungan dengan jumlah etnis Tionghoa yang mendominasi jika dibandingkan dengan etnis-etnis lain yang ada di Bangka seperti Bugis, Madura, Jawa, serta termasuklah Minang. Namun dengan keminoritasan orang Minang yang ada di Bangka, tidak menutup jalan untuk orang Minang hidup rukun dengan penduduk setempat. Pernikahan silang antara orang Minang dengan penduduk pribumi pun kerap terjadi. Salah satu contohnya yaitu pak Da’am yang merupakan orang Minang menikah dengan gadis pribumi beberapa tahun silam. Pak Da’am sekarang bertempat tinggal di Kecamatan Kelapa Bangka Barat tidak jauh dari rumah tempat saya tinggal. Dengan membuka usaha rumah makan walaupun kecil-kecilan, pak Da’am mampu menghidupi keluarganya.
            Cara beradaptasi dengan penduduk di Bangka tidak hanya ditujukan melalui hubungan baik, namun juga melalui bahasa. Orang Minang yang merantau di Bangka walaupun masih ada yang menggunakan bahasa Indonesia, namun sebagian telah menggunakan bahasa asli daerah Bangka. Demikianlah muaranya hingga tak jarang terlihat dalam sekumpulan remaja yang saling bercengkrama di dalamnya terdapat etnis Melayu, etnis Tionghoa, Minang bahkan Jawa. Hal itu juga mencerminkan bahwa orang Minang di Bangka selain menjaga hubungan baik dengan penduduk setempat juga membina hubungan baik dengan pendatang lainnya.
            Gambaran orang Minang di Bangka seperti yang dijelaskan di atas merupakan fenomena sosial masa kini. Namun jauh sebelum itu, jika ditela’ah berdasarkan legenda cerita Bangka serta bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa orang Minang telah lama mengenal Bangka. Selain daripada itu, peran orang Minang di Bangka tidaklah hanya sebatas sebagai guru di era kini atau pedagang rumah makan terkenal. Namun, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap Pulau Bangka, tepatlah disebutkan di sini bahwa orang Minang pernah berjuang membangun Bangka.

Berawal Dari Misi Pertolongan Hingga Menegakkan Pemerintahan
(sebuah legenda dalam sejarah)
Dalam buku yang ditulis oleh Sutedjo Sujitno menjelaskan bahwa Bangka pada mulanya pernah di bawah kekuasaan beberapa kerajaan salah satunya kerajaan Majapahit. Namun, ketika Bangka tidak lagi di bawah kekuasaan Majapahit, terjadi penyerbuan oleh orang-orang kanibal yang disebut dengan Melukut. Orang-orang kanibal ini diketahui berasal dataran Sumatera yaitu tanah Batak. Pemimpin pasukan kanibal tersebut bernama Tidung. Beberapa daerah di Bangka diserang kemudian diporak-porandakan dan raja setempat beserta penduduknya dibunuh. Di antara daerah penyerangannya yaitu Menduk, Cempurak, desa Depak, Jeruk. Di tengah bencana kerusakan ini, datanglah seorang Arab bernama Tuan Syarah dengan kapalnya yang melintas Selat Bangka kemudian merapatkan kapalnya di pantai Bangka. Mendengar berita kekejaman raja Tidung yang menyerang penduduk Bangka maka inisiatif pun muncul untuk menyelamatkan rakyat Bangka. Akhirnya, Tuan Syarah pergi ke Johor dan menghadap sultan. Diperkirakan saat itu kesultanan Johor berpusat di Siak karena bersekutu dengan Minangkabau. Setelah Tuan Syarah menceritakan semua yang terjadi di Bangka, tergeraklah Sultan Johor untuk menolong. Dengan demikian Sultan Johor merundingkan perihal tersebut dengan Sultan Minangkabau. Kesepakatan untuk menolong Bangka akhirnya terselesaikan dengan melakukan pembagian kekuatan untuk melawan dan mengusir Raja Tidung dari Bangka. Sultan Johor memperkuat pasukan dari laut, sedangkan Sultan Minangkabau mengerahkan angkatan daratnya dipimpin oleh Hulubalang Alam Harimau Garang. Alhasil, dengan melewati pertempuran yang panjang serta memakan korban yang cukup banyak dari kedua belah pihak, Bangka menjadi aman kembali. Dengan kondisi Bangka yang vakum of power sebab penguasa setempat juga habis dibunuh oleh Raja Tidung maka Bangka langsung diambil alih oleh Johor dan Minangkabau. Sejak saat itulah terjadi percampuran adat Jawa dan Melayu. Pemimpin yang diangkat sebagai raja di Bangka saat itu adalah Tuan Syarah dengan pusat di Bangka Kota dan Alam Harimau Garang yang menjadi raja di Kota Beringin (Kota Waringin). Sejak berkuasanya kedua raja tersebut di Bangka, agama Islam pun mulai disebarkan dan Alam Harimau Garang mengembangkan tata tertib bermasyarakat sesuai ajaran Islam.
Sepanjang kepemimpinan hingga akhirnya Tuan Syarah yang merupakan utusan dari Johor meninggal dunia. Tuan Syarah kemudian dimakamkan di Bangka Kota. Makamnya oleh orang Bangka disebut sebagai Kramat Tuan Syarah. Sejak meninggalnya Tuan Syarah, Bangka sepenuhnya di bawah pemerintahan Minangkabau. Hal itu dikarenakan Sultan Johor tidak berminat untuk mengganti Tuan Syarah oleh sebab Bangka dinilai sebagai daerah yang kurang menguntungkan. Lama memerintah, tiba pula waktunya Alam Harimau Garang yang meninggal dunia. Sama halnya dengan Tuan Syarah, Alam Harimau Garng juga dimakamkan di pusat pemerintahan yang dijalankannya yaitu di Kota Beringin. Makam tersebut dikeramatkan juga oleh orang Bangka dengan sebutan Keramat Garang. Dengan meninggalnya Alam Harimau Garang, Bangka kembali tanpa penghuni sebab Sultan Minangkabau tidak berminat untuk mengganti Alam Harimau. Hal itu juga terkait dengan kondisi Bangka yang dianggap tidak memiliki penghasilan yang dapat dimanfaatkan. Sedangkan orang-orang dari Minang sebagai pengikut raja Alam Harimau Garang sebagian kembali ke tanah asal. Ada juga yang menetap di Bangka serta sisanya yang berasal dari suku lain (pesukuan) memutuskan untuk berkelana dengan kapal-kapalnya di perairan Bangka Belitung.
 Keadaan Bangka yang tanpa pemimpin memicu terjadinya perompakan oleh para bajak laut, kekacauan kembali terjadi. Para batin yang diutus dari daerah setempat tidak mampu menjalankan tugas untuk mengamankan Bangka. Dalam waktu yang lama Bangka dikuasai para perompak serta diwarnai kekacauan-kekacauan hingga akhirnya barulah pada abad ke-17 Bangka di bawah kesultanan Banten.

Kedatangan orang Minang pada abad ke-18 di Bangka
(Merantau di tanah nenek moyang)
Berawal dari kisah Dipati Anum pada masa kekuasaan Belanda. Dipati Anum merupakan salah satu anak dari Sultan Palembang. Pada dasarnya Dipati Anum adalah anak dari istri kedua sultan. Namun keinginan Anum untuk menggantikan kedudukan ayahnya yang telah wafat terlalu besar. Sehingga ketika pengangkatan sultan baru diberikan kepada saudara ayahnya, Anum berusaha melakukan perebutan tahta. Karena tindakannya, maka Dipati Anum dan pengikutnya diasingkan ke Bangka. Dipati Anum tinggal di Bangka sampai tahun 1717. Dari Bangka kemudian Anum beralih ke Lingga di Kepulauan Riau. Dengan mendapat tambahan pengikut akhirnya Anum yang mengetahui potensi timah di Bangka kembali ke lagi ke Bangka. Dengan upaya perompakan serta menjual timah walaupun dengan jumlah yang sedikit mampu menghidupinya dan pengikutnya. Diketahui oleh Palembang dan VOC, terjadi perang senjata antara Dipati dengan Palembang. Kekalahannya menyebabkan Dipati melarikan diri ke Jambi hingga kembali lagi ke Bangka pada tahun 1728 tepatnya di Koba. Dipati beserta pasukannya kembali diberantas oleh pasukan Palembang hingga Dipati melarikan diri ke Belitung. terusirnya Dipati membuat kondisi terkendali dan memungkinkan untuk meningkatkan produksi timah di Bangka. Terusirnya Dipati Anum pada tahun 1731 mendorong datangnya penduduk dari Minangkabau (Sumatera Barat), Riau, Pontianak (Kalimantan Barat), dan Jawa.
Pada masa itu, tidak disebutkan secara jelas tujuan kedatangan penduduk dari Minangkabau ke Bangka. Namun jika melihat kondisi Bangka pada tahun 1731, tentu sudah mengarah ke bidang perekonomian, semisal berdagang dan sebagainya. Intinya, kedatangan orang Minang pada era ini tidak sama seperti pada masa berkuasanya orang Minang di Bangka.

Kembali Memimpin dengan Ilmu
(from leader to teacher)
 Tahun 1880 berdiri dua sekolah pemerintah untuk pribumi di Bangka. Namun karena guru tidak mencukupi hingga sebagian dididik di Sumatera Barat dan cenderung dipengaruhi oleh aliran-aliran Islam di Sumatera Barat dan dari Aceh. Kemudian barulah pada tahun 1921 pendidikan untuk pribumi benar-benar ditingkatkan. Untuk guru, didatangkan dari Sumatera Barat yaitu sebanyak 27 guru. Di Bangka diadakan juga kursus sejenis pengkaderan untuk para guru kampung selama dua tahun.

Sekilas fakta di masa kini
(sebuah babak baru eksistensi Minang di Bangka)
            Berdasarkan sejarahnya, kawasan Bangka yang cukup kecil ternyata memiliki cerita masa silam yang luas. Campur tangan beberapa penguasa luar, hingga para bajak laut kemudian menjadikan ketidak transparannya tentang kebudayaan asli Bangka serta orang pertama yang ada di Bangka. Peran Palembang yang dirasakan besar untuk Bangka ternyata hanya pada bidang-bidang tertentu saja misalnya pada perekonomian. Dengan demikian terdapat beberapa fakta yang tidak dapat dipungkiri yaitu, walaupun Palembang yang merupakan daerah lebih dekat dengan Bangka namun tidak nampak baik itu dari sisi penyelamatan wilayah maupun penyebaran agama Islam. Artinya, justru agama Islam masuk ke Bangka berkat penyebaran yang dilakukan oleh Johor dan Minangkabau. Adanya bukti berupa makam keramat yang ada di Bangka Kota serta Kota Beringin dapat memberikan sumber sejarah bahwa pada masa lalu Bangka pernah dipimpin oleh Johor serta Minangkabau.
Latar belakang Bangka Belitung yang pernah di bawah pimpinan sultan Minangkabau, menjelaskan bahwa hubungan Bangka dengan Minang pada dasarnya telah terjalin dengan baik. Peran Minangkabau dalam politik di Bangka, telah memberikan sumbangsi bagi kemajuan Bangka sekarang.
Walaupun cerita mengenai Minangkabau pernah memimpin Bangka masih disebut sebagai sebuah legenda, namun hal tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai legenda. Hal itu dikarenakan di Bangka masih ada pepatah yang melekat hingga sekarang dan sama dengan pepatah orang Minang yaitu “adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah”. Hal ini kemungkinan besar erat berhubungan dengan masa saat Bangka di bawah pemerintahan Alam Harimau Garang. Karena Alam Harimau Garang seperti yang diceritakan dalam cerita mengembangkan tata tertib bermasyarakat sesuai dengan ajaran Islam.
Peran orang Minang di Bangka ternyata tidak sebatas sumbangan politik saja, namun juga sumbangan ilmu yakni sebagai guru. Walaupun tidak diketahui dengan pasti hingga kapan pengiriman guru dari Sumatera Barat dilakukan apakah hanya pada tahun 1921 atau ada lagi. Namun yang jelas tidaklah berlebihan jika orang-orang Minangkabau disebut sebagai guru masa silam orang Bangka serta saudara dekat yang terlupakan.
Jika dahulunya peran orang Minang sebagai pemimpin daerah setempat di Bangka serta sebagai guru. Maka pada abad ke-21 sekarang, peran orang Minang di Bangka selain ada yang sebagai guru, namun lebih nampak pada kegiatan ekonomi salah satunya usaha rumah makan juga restoran. Kemajuan-kemajuan tersebut nampak melalui sosialfact yang ada. Rumah makan dengan nama “Bareh Solok, Rumah Makan Sederhana, Rumah Makan Salero Kito, sampai dengan Rumah Makan yang secara langsung menyebutkan bahwa rumah makan tersebut adalah Rumah Makan Padang”. Semua memberikan label tersendiri untuk menarik simpati para pembeli.
Itulah yang diketahui sebagian masyarakat mengenai orang Minang. Karena eratnya orang Minang dengan usaha rumah makan, hingga ada yang mengatakan bahwa “orang Minang walaupun ke bulan, pasti akan mendirikan rumah makan”. Istilah yang hiperbola namun pada dasarnya menggambarkan fakta sosial orang Minang terutama saat sekarang.
Minang bukan orang lain tetapi juga tuan rumah Bangka. Kemungkinan sebagian dari keturunan orang Bangka ada yang dari Minang. Hal itu dikarenakan pengikut Alam Harimau Garang dari Minang ada yang memutuskan menetap di Bangka. Fakta lainnya adalah belum diketahui secara pasti mengenai suku asli di Bangka, sepengetahuan penulis yang ada sekarang masih berupa cerita rakyat dan legenda. Bolehlah dikatakan kemungkinan terjadi missing link pada waktu yang tidak diketahui kapannya.
Fakta lainnya yaitu, Bangka merupakan wilayah yang tidak jelas diketahui siapa penghuni asli. Yang jelas, argumen sementara adalah Bangka dahulunya hanya sebuah kawasan kecil tanpa penghuni hingga akhirnya menjadi tempat yang ramai dikunjungi oleh berbagai etnis.

sebuah catatan: artikel ini diharapkan seobjektif mungkin, latar belakang penulis yang berasal dari Bangka dalam menuangkan tulisannya murni berdasarkan sumber serta wawancara terkait dan juga melalui pengamatan langsung. Selanjutnya, penulis masih menelusuri secara mendalam mengenai bukti keberadaan Orang Minang di Bangka demi mendapatkan fakta sebenarnya.


Sumber Rujukan:

Akhmad, Elvian dkk. 2005. Pangkal Pinang Kota Pangkal Kemenangan. Pangkal Pinang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pangkal Pinang.

Erman, Erwiza. 2009. Menguak Sejarah Timah Bangka Belitung. Yogyakarta: Ombak.

Heidhues , Mary F. Somers. 2008. Timah Bangka dan Lada Mentok; Peran Masyarakat Tionghoa dalam Pembangunan Pulau Bangka Abad XVIII s/d Abad XX. Jakarta: Yayasan Nabil.

Sujitno, Sutedjo. 2011. Legenda dalam Sejarah Bangka. Jakarta: Cempaka Publishing.






Jumat, 24 Januari 2014

pantun Bangka

Panton Bengkek
(Sastra Nona Van Bangka)
By: Yuliarni

Bagi yang mece ne moga-moga terhibur ok

Ne panton bukan sembarang panton
Panton asli karya anek bengkek
Khilaf salah kamei mintak ampon
Moga terhibur bi ayuk, abang, adik, bik, mang, nek, akek.


Gei kepasar ngesaic kerang,
Tengah bejelen digigit kerengge,
Dek jedei menghina ras urang,
Sege ras dek jamin masok surge.

Siang-siang ngejer anek ayem,
Ayem e larei ke belekeng umah urang,
Jen gelek igek mandik malem-malem
Kalok penyaket segele tulang.

Atok Urip nek melei rukok,
Rukok dibelei beng tuko Abek.
Daripada ngumpol duit kek ngerukok,
Along besumbang kek amal baek.

Ukan lubang men dek dalem,
Tapi sareng keben kerengge,
Ukan alam e yang kejem,
Tapi urang e yang dek kawa nyage. 



Men dek kawa gawei ke uten,
Duit masok jadei musel,
Men serakah lah masok ke beden,
Tanah nek muyang abis de juel.

Lempah daret pucok idet,
Melei pelempah dengen mutor,
Urang Bengkek pandei beradet,
Bier idup jadei terator.

Amang Sukri melei knalpot,
Knalpot lama besek suara,
Men TI lah sekapot-kapot,
Alam ancok urang e sara. 

Mutek sang pakai suyak,
Mutek di kebun Kampong Bareu,
Kalok adet lah de lupak,
Banyek urang dek tertei maleu.

Dari Pusuk ke kampong Sekak,
Singgeh sedenget di Beruas,
Banggalah kek budaya ikak,
Darei budaya ade ciri khas.

Punduk di kebun ade tige,
Kebun e ade di Bukit Kuang,
Budaya asli patot dijage,
Sebelum ilang diambik urang. 

Jangen langok beramel harta,
Sebab semua ya dek muet rugei,
Jangen sumbong men banyek harta,
Sebab harta dek dibawek matei.

Melei aek langsung de bukek,
Kena aos lah dek ketara,
Salah satu ciri khas Bangkek,
Urang e rukun banyek budaya.

Pantai Matras de Sungailiat,
Pantai e begus aek e biru,
Men ade urang melarat,
Jengen de tengong beic de bentu.

Sungguh la jeuh kampong tuik,
Saking jeuh e belenje ge sara,
Kampong kamei kampong yang unik,
China kek Islam duduk besama.

Mutor di jalen ngebut gale,
Untong nasib dek betumbur,
Mimang nakne Bengkek suat ne,
Utan gundul danau belembur.


Melei rusep di kampong Mancong,
Rusep de cecel kek pucok ubei,
Jangen takot belakei urang kampong,
Urang kampong banyek bec urei.

Dari Mancong nek ke Kelapa,
Ke Kelapa melei boneka,
Men idup ngelawan urang tua,
Pas di akhirat masok neraka.

Jangen takot berumah tanggek,
Sebeb rezekei de ator Tuhan,
Jangen takot macel ke Bangkek,
Sebeb urang e pandei bekawan.

Idup di dunia Cuma sementara,
Sebab ya pebenyek la amal ibadah,
Keneng semboyan nek muyang kita,
Adet besendi syara’, syara’ besendi kitabullah.

Jelen-jelen ke kampong tuik,
Jengen lupak mutek kedebik,
Panton kamei cukup disinik,
Laen waktu de sambung agik.


Senin, 13 Januari 2014

kisah petualangan dua sahabat

Memorie Van Memorie
By: Yuliarni

SEORANG sahabat dengan kegilaannya yang mampu membuat aku pun menjadi seorang yang gila. Gila bermimpi, gila untuk berharap, bahkan gila untuk pantang menyerah. Seorang teman yang mampu menguatkan aku dikala aku benar-benar jatuh. Dialah orang yang mampu membuatku untuk bermimpi setinggi-tingginya.
Teringat saat pertama aku mengenalnya di kampus kebanggaanku yaitu kampus Muhammadiyah Palembang. Saat itu aku dan teman-temanku sedang duduk, dan aku melihat sesosok wanita dengan rambut dikuncir agak ikal lewat didepan kami dan dengan keramahannya pun ia tidak segan-segan untuk menyapa kami. Saat pertama mengenalnya yang aku tangkap dari dia bahwa dia adalah seorang yang kasar karena penampilannya. Ternyata semakin aku dekat dengannya aku semakin mengenal karakternya. Aku dan dia sebenarnya berbeda kelas, namun karena kami memiliki banyak kesamaan akhirnya kamipun menjadi teman akrab bahkan sahabat yang tak terpisahkan. Tak jarang ia menginap di tempatku bahkan dia sempat tinggal lama di kosan ku karena masa kontrak rumah kontrakannya telah habis. Karena aku akrab dengan dia maka aku juga mengenalkan ia kepada teman-teman di samping kosanku. Mereka juga sudah saling kenal namun tidak begitu akrab. Tidak tau mengapa aku sangat menyayangi sahabatku yang satu ini. Dia adalah orang yang super baik dan perhatian terhadapku dan dia sangat mengetahui tentang masalah pribadiku. Dia layaknya seperti saudaraku, dia pun menganggap dan memperlakukanku seperti seorang adik. Dan hal itu terkadang tidak aku dapatkan dalam keluargaku.
Kami terlalu sering berjuang bersama. Perjuangan pertama yang sangat amat kami rasakan yaitu  ketika ingin mengadakan seminar tingkat nasional khusus program studi sejarah. ketuanya adalah  adik tingkat kami. Sahabatku ini menyandang sebagai sekretaris sedangkan aku sebagai bendahara. Kami selalu mengerjakan tugas berdua. Aku merangkap jadi sekretaris dan iapun merangkap jadi bendahara. Bahkan pernah suatu ketika kami berdua tidur pada saat subuh karena mengerjakan rekapan peserta seminar dan harus bangun pada pagi harinya. Sebenarnya dalam kegiatan itu aku dan sahabatku itu juga dibantu oleh teman-teman lain dan adik-adik tingkat sejarah. mereka adalah Cebong, Rian, Dul, Afriko, Yuke, Septi Ndut (^_^) dan lain-lain. Hanya saja adik-adik masih ragu apa yang harus dikerjakan, sehingga aku dan sahabatku ini harus super control terhadap acara tersebut. Kami berdua selalu mendapat bagian yang sama. Sama-sama merasakan susahnya, sama-sama kena ocehan, bahkan sama-sama menangis….




Saat penyusunan skripsi pun tiba, dan benar dugaanku..kami sama-sama lagi. Sama-sama mendapatkan pembimbing yang sama. Kami berdua pun berharap nantinya wisuda sama-sama. Tiba saat ujian proposal, ternyata aku tidak serta merta dengan dia. Aku lebih dulu dibandingkan dia, namun hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa kami berdua akan wisuda pada bulan yang sama. Waktu terus berjalan tetapi sahabat yang aku anggap saudaraku ini belum juga melaksanakan ujian proposal.
Kembali pada petualangan: pada saat akan diadakannya seminar nasional (22-25 April 2012) di Bandung aku dan dia nekat ingin mengikuti acara Semnas tersebut. Besarnya keinginan untuk melihat dunia luar didorong oleh keinginan untuk mencari pengalaman agar dapat menjadi pribadi yang bermanfaat. Dengan modal nekat dan keyakinan akhirnya kami pun berangkat ke Bandung. Aku dan dia sama-sama berbohong terhadap orang tua kami karena takut tidak diizinkan yaitu dengan mengatakan kepada orang tua kami bahwa kami pergi bersama dosen dan sebanyak kurang lebih 20 orang. Padahal kenyataannya kami hanya berdua dengan perjalanan yang berbahaya yaitu estafet. Kebohongan kami itu pada dasarnya kami lakuakan karena tidak mau orang tua kami panik dan terlalu khawatir nantinya. Kami berangkat dengan perjuangan yang wow dahsyatnya. Dari siang hari kami berdua mengurus surat izin untuk pergi dan Alhamdulillah diizinkan oleh ketua program studi kami. Sore harinya kami langsung bergegas untuk mencari tiket bus menuju Bandung, ternyata keberangkatan bus tersebut pada jam 2 esok harinya. Sedangkan lusa seminar telah dimulai. Akhirnya kami berdua pun nekat ke stasiun dan akhirnya kami pun naik kereta api menuju Lampung yang berangkat pada jam 10.00 malam. Pada malam itu, sangat teringat olehku kami berangkat dengan kondisi hari hujan dengan diantarkan oleh adik kelas.  Keesokan harinya kami tiba di Lampung pada jam 10.00 pagi. Tidak berhenti sampai disitu perjalanan pun kami lanjutkan ke pelabuhan Bakahuni dengan menggunakan travel selama kurang lebih 2 jam. Dalam perjalanan menuju pelabuhan terbesit rasa takut terhadap bapak yang menyetir travel tersebut apalagi penumpang travel itu hanya aku dengan sahabatku itu saja tidak ada orang lain selain kami. Namun dengan berusaha menghilangkan rasa takut, aku pun mulai mengajak supir travel tersebut untuk berbicara walaupun sekedar menanyakan asal muasal atau apalah yang penting ada bahan untuk dibicarakan. Cerita punya cerita ternyata bapak tersebut berasal dari Sumatera Utara tepatnya kota Medan. Pembicaraan pun mulai terasa asyik dan hangat karena ternyata sahabat karibku itupun masih ada darah Batak. Sahabatku dan bapak travel itu pun saling bertanya suku dan sebagainya yang berhubungan dengan Medan. Sesekali kamipun bercanda dengan bapak tersebut. Hingga akhirnya kami pun tiba di pelabuhan Bakahuni Lampung. Ada kekhawatiran di bapak travel itu saat kami turun dari travel dan bapak itupun menunjukkan kepada kami dimana loket untuk membeli tiket, oh ternyata baiknya bapak itu ^_^.
Mulai lagi petualangan baru, aku dan sahabatku naik kapal Fery dari pelabuhan Bakahuni menuju pelabuhan Merak Banten.


Dalam perjalanan menuju Merak kami berjumpa lagi dengan seorang teman yang berasal dari Tangerang. Ia sama-sama berlayar dengan kami di kapal tersebut. Bercanda bersama dengan orang yang baru kami kenal tersebut serasa sudah lama saling mengenal. Cukup nama yang kami saling mengetahui. Hingga tibalah di pelabuhan Merak, kami pun berpisah lagi dengan orang yang baru kami kenal tersebut. Ia pun menunjukkan kepada kami dimana bus menuju bandung dan ucapan terakhir yang diucapkannya kepada kami kurang lebih yaitu “berhati-hatilah kawan”.


Hilang lagi sosok orang yang baru kami kenal tersebut. Melanjutkan lagi perjalanan kami menuju Bandung dengan bus yag kami tumpangi. Sungguh tragis, bus yang kami tumpangi harus berputar-putar dulu di kota Serang selama kurang lebih 3 jam untuk mencari penumpang. Hingga sekitar jam 9 an malam kami baru berangkat dari Serang menuju Bandung.  Dalam perjalanan yang kadang-kadang singgah tersebut mengantarkan kami di terminal Bandung sekitar jam 11 lewat hampir jam 11.30 malam.


Tidak ada Panpel Semnas yang bersedia untuk menjemput kami dengan alasan terminal yang jauh dari mess. Akhirnya kamipun menaiki angkot menuju Jatinangor yaitu tempat kampus UNPAD Jatinangor berada. Alhasil saat masuk dalam angkot handphone aku dan sahabatku tewas. Habis baterainya. Angkot yang membawa kami sangat lambat masih harus menunggu penunmpang pada jam 12.30 malam. Hal yang membuat kami berdua tercengang yaitu ketika melihat pasar yang telah dibuka pada jam 12 malam. Oleh karena itulah angkot yang kami tumpangi tersebut terpaksa berhenti untuk mengambil penumpang. Karena memakan waktu yang lama untuk menunggu penumpang tersebut akhirnya kami memutuskan utnuk menaiki taksi. Dengan bayaran yang cukup mahal kami pun pergi dengan taksi. Tidak lama kemudian bapak supir taksi kembali menanyakan tujuan kami kemana. Dengan santainya kami menjawab ke UNPAD. Kemudian bapak tersebut bertanya kembali turun di mananya. Karena bingung jadi aku jawab saja turun di tempat yang ada tulisan Universitas Padjajaran nya. Bapak itu terlihat agak bingung namun berusaha tidak bingung. Mungkin,,
Sesaat kemudian tibalah kami di tempat yang ada tulisan Universitas Padjajaran nya. Bapak itu kembali bertanya yakin nak turun disini. Kami menjawab dengan tegas yakin pak. Turunlah kami ditempat yang gelap itu sekitar pukul 2 malam lewat. Kebingungan melanda kami berdua karena handphone yang kami pegang sama-sama dalam keadaan mati, jadi kami tidak dapat menghubungi panitia pelaksana Semnas. Disana kami bertemu seorang ibu yang sepertinya sedang berjualan. Kami meminta izin untuk meminjam handphone untuk sekedar menghubungi panitia, tetapi dengan beberapa kendala ternyata kami tidak dapat memakai hp ibu tersebut. Akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Tidak lama kemudian kami bertemu dengan pos satpam yang menjaga di daerah kampus. Dengan kagetnya bapak satpam pun bertanya kami dari mana dan hendak kemana. Kami pun menjawab apa yang ditanyakan bapak tersebut. Kemudian kami pun meminta izin kepada bapak yang berjaga tersebut untuk mengisi baterai hp kami yang habis agar dapat menguhubungi panitia. Kami pun diizinkan bapak tersebut. Dan akhirnya kami dapat menghubungi panitia, dengan segera mereka para panitia menjemput kami di pos satpam tersebut. Kami pun tiba di mess sekitar pukul setengah 3 pagi.
Keesokan harinya dengan keramahan alam Bandung yang dingin, membuat semua insan menjadi malas. Namun pagi itu sekitar jam 7 kami harus mengikuti Semnas yang merupakan tujuan utama kami ke Bandung.

Banyak pengalaman dan pelajaran yang didapatkan dari kawan-kawan IKAHIMSI. Semua hal yang tak dapat tergantikan oleh apapun.


Berkisar kurang lebih 3hari kami mengikuti acara di kampus UNPAD, tiba waktunya untuk kembali ke Palembang.
Sore itu tanggal 25 April sekitar jam 5 an kami menunggu bus untuk berangkat ke kota Bandung. Di luar dugaan, yang awalnya kami akan langsung melanjutkan perjalanan ke Jakarta ternyata karena sudah terlalu malam akhirnya beberapa teman kami yang berasal dari Kampus lain menyarankan agar menginap dulu saja di Bandung. Kebetulan salah satu dari mereka memiliki kakak perempuan yang kos di Bandung, kak Dini. Bersyukur kami dapat menumpang walau hanya semalam.
Keesokan paginya, kami berdua langsung berangkat menaiki angkot untuk mencari bus dengan tujuan Jakarta. Keberangkatan kami awalnya bersamaan dengan kak Dini yang memberikan kami tumpangan karena kebetulan kak Dini juga mau berangkat ke tempat kuliahnya. Akhirnya kami berpisah dengan kak Dini sebab kami harus pindah angkot lain yang dapat mengantarkan kami menuju bus tujuan Jakarta. Singkat cerita kami pun telah menaiki bus yang siap mengantarkan kami ke Jakarta.


Setibanya di Jakarta, kami harus kembali membuka peta alam fikiran untuk mencari alamat teman kami yang ada di Jakarta yaitu Arini. Akhirnya kami kembali berhasil menemukan alamat Arini.


Rehat sebentar di kos Arini, kemudian sore nya melanjutkan perjalanan untuk melihat menara yang selama ini hanya kami lihat di TV, Monas. Namun sebelum menuju Monas, kami melihat-lihat dulu pasar di Mangga dua. Kemudian kami bergegas ke Kota Tua sekalian mencari untuk makan malam.


Selesai dari kota tua, kami melanjutkan perjalanan ke Monas, tiba di Monas sekitar pukul 8 malam. Dengan kegirangan kami pun tidak merasakan lelah sedikitpun. Dengan mengelilingi lokasi Monas untuk dapat masuk ke kediaman Monas. Kunjungan ke Monas merupakan kunjungan kami yang terakhir di Jakarta, karena keesokan harinya kami harus bergegas untuk pulang ke Palembang.


Keesokan harinya perjalanan harus dilakukan untuk mengejar waktu. Pertama-tama kami menumpangi bus menuju pelabuhan Merak. Kemudian seperti biasa kami menyeberang ke Bakahuni dengan kapal titanic (hiperbola dikit). Ketika hampir tiba di Bakahuni, kami ditawari oleh supir travel gelap agar menumpang dengannya. Awalnya keraguan melanda kami berdua. Kemudian karena ada juga penumpang lainnya yang juga sama-sam mau ke Palembang akhirnya kami yakinkan diri untuk ikut travel itu saja. Pertimbangan lainnya karena tidak mungkin bagi kami untuk mengejar kereta. Kemungkinan kereta telah berangkat sebelum kami tiba di stasiun.
Perjalanan selanjutnya pun kami lewati dengan travel. Hal yang masih mengganjal sampai saat ini adalah, ketika kami sedang dalam perjalanan kami di stop oleh dua orang lelaki yang tidak dikenal. Saat itu telah menunjukkan sekitar pukul 2 tengah malam. Anehnya supir ini pun berhenti, serta sempat mau mengizinkan dua orang tersebut untuk ikut bersama kami. Ketakutan sempat melanda fikiran kami. Bagaimana mungkin di tempat yang sepi ada orang yang mau menumpang, antara makhluk halus dan perampok, itulah yang ada di fikiran ku. Aku hanya berdoa minta lindungan dari semua kejahatan kepada sang Khaliq. Dan akhirnya, kedua orang tersebut mengurungkan niatnya untuk ikut menumpang di travel yang kami tumpangi.
Perasaan lega kembali menghampiri. Hingga pagi melanda dan kami pun tiba di Palembang sekitar jam 9. Tiba di Palembang, tinggal satu kendaraan lagi yang harus kami lewati yaitu trans Musi. Dengan selesainya perjalanan melalui trans musi, maka berakhir pula petualangan untuk tahap pertama ini. Tiba jualah kami di kos tercinta ^_^ ...



Alhamdulillah berkat perjalanan ini, satu lagi cerita yang dapat aku tambahkan di daftar petualanganku......

Nb:
And then.....jika ada waktu yang memungkinkan, ku tunggu petualangan selanjutnya kawan..

Dedicated for my flend... Novi Riani.. ^_^
Tonight: 12 November 2013 (Novi’s birthday)..


Minggu, 12 Januari 2014

Sastra Bangka

Kisah Menah kek Unen
(Sastra nona Van Bangka)
By: Yuliarni


Kisah due sekawan: Ade due urang dere, kebenya ne sama-sama bareu nek masok kuliah riken e, nama e Unen kek Menah. Waktu ya kebenya duduk-duduk beng tiras mesjid bareu udeh lah semayang Megrib.

Menah             : wew boy nakmana kita due ne..

(Yang unen sibuk ngesaic kasot e entah beng mana. Sambil nyarik ngumel2 lah Unen..)

Unen               : pupos umat beng ne ne, pekak men cek kasot kak ge lempos
  diambik e..
Menah             : uwew nya ne urang ngajek bekisah nya sibuk kek keben kasot.
Unen               : kan nakya e boy..pekak udeh kak ne kek pulek kumah kakei
  ayem...nya kasot ya kasot mak kak mulah udeh e..lah matei kek
  dikerunyam mak kamei dumeh lak..
Menah             : demene nya bende ya pok ngelek e tadi..

(yang Buter lah ngerengem nahan ketawa hal e nya yang munyik kasot unen..
Nengong geleget Buter, ade-ade lah asa Menah curiga.)

Menah             : oo ter, pok ne ok munyik kasot unen,,
Buter               : mana ade ..jen ambik asal tuduh ne pok..
Menah             : udeh ngapa pok sengak-sengem sutek pok lah
Buter               : mana kenek-kenek kak lah te udeh e men kak nek sengak-sengem
  sendirik, pupos...
Unen               : aok bener deng pok ne mulei ter, kak tadi nengong pok de
belekeng kak pas nek masok masjid tadi. yu kasot mak kak nya ya..
Buter               : aok lah e miak,,num nya kak gelek beng beweh papen.

(Udeh madeh ya langsung mengkicet Buter pulek..)

Unen               : wew sutek kaper umat ya..keben munyik kasot urang..awas bi nya
  ade penempoh e..

(Muka Unen lah kek ngerubut saking geremnya kek Buter)

Menah             : lah boy denglah jen de pretak igek, ngumong-ngumong dilek lok
  pulek, kita bekisah lok yang mese cita-cita kita ya boy.

(Riken yang unen narik napes lok lah nyamen inde e kena kasot mak e lah ketempoh.)

Unen               : aok boy, jedei nakmana cerita e yang kita ya
Menah             : nakne boy kita ken lah nek tamat sekulah SMA, jedei e men
urang tua ade ungkos e kirak e neklah kita nyambung yang mese  kuliah kata urang ya.
Unen               : neklah kak, api kak dek kawa asa e men de Bengkek ne, de luer bi
Menah             : oker sek men ade duit benyek kak men depet de luar Indonesia e
  boy.
(Yang gaya Menah sembil ngambik telkong e yang jetuh.)

Unen               : kita tengong dudei lah tapi boy, nakmana mak kak ya. Mak kak
  ya dek patei merik ulak men kak keluar. Sara ge jadei kak ne,
  men anek dere gek sikok kak lah...
Menah             : aok pok ya lah boy, sara ge jedei pok ne..men kak bec lah kamei
                          tige beredik mentinak ketak udeh e, men mak kak ya asak ngeruce
                          lah bunyi kek nguser anek e lah...
  hemm..men kak dudei men telaleu kuliah beng luar Bengkek kak
  nek maseng kawat gigie boy bier keliat gaul men.
Unen               : deng pok kawa igek maseng mese kawat gigie ya sara pok maken
kek tambeh tekuros beden pok. Udeh yang jiet nya ulak ketawa   men ade bende mese ya ya..
Menah             : aww dek cek hal e yang penting gaul.
Unen               : yok pok men dek pidu igek..yu kita pulek udeh e..lah lama ge
  beng ne di.

Lah lulos muah Menah kek Unen di........

Menah             : Assalamualaikum..Nen..oo Unen....

(Yang Unen tengah sara ge de wc neren birek.
Menah de luar agik tekaroh-karoh manggil Unen...)

Menah             : Unennn........

(Kebec ge ade mak Unen keluar.)

Mak unen        : lah apa Menah, Unen agik birek e de belekeng num.
Menah             : oh sesuai pon bik nya dekde aben nyaot..
Mak unen        : ntah men budak ya kek birek bateu udeh e darei tadi dek
  Keluar-keluar...yang amang e lah ngeruce nek ke wc lah.

(Dek lama udeh ya keluar Unen)

Unen               : wew nyamen asa e (ngerengem Unen)
Mak unen        : keluar ge rupa pok di ok miak..kak piker lah kek dek nyengol
                          agik pok darei wc..
Unen               : wew sek mak ne..kak ya sara birek e mak..

(Mak Unen lah lempos ke depuk..)

Menah             : boy..nakmana pok kuliah demene?kak diberik boy kuliah ke luar
  Bengkek. Api sejeuh-jeuh e Pelimbang bi kata mak kak. Api
  jedeilah
Unen               : kak ge ya lah sudeh lah ngumong kek mak, sebener e mak dek
  merik api kak rayurayu  ujung-ujung e meriklah.
Menah             : aok ge...wa sama pon kita.yu kita kuliah de tempet sama bi..

Lah ateng bener waktu e Unen kek Menah di ke Pelimbang..udeh yang budu e keseset ulak mese beng adep Pasar 16 beweh Ampera, mese bereu tige arey de Pelimbang iken e nek macel.
Gei ke pasar turon dek jeuh derei pos de beweh Ampera. Bejelen-bejelen ngesaic bejuk, ngesaic pamken...entah lah kek de saic ketak saking ingen e...pas nya bedirei beng kiun-kiun pasar 16, bingung ngesaic angkot nek pulek. Nek nanyak dek patei tau, ngucap bahasa pelimbang lom  tae, nek ngucap bhsa Indonesia lideh dek merik...

Menah             : lah matei men kita due ne Nen, kek de juel urang...
Unen               : pupos ngenakot ucap pok ne, yu e kita bejelen lok ngesaic e..
Menah             : nya kak ne lah leteh e nen, kemana kita di kak lah lupak jelen        
   pulek..
Unen               : nya kak ya aoklah e...api men asa2 kak e gei kiun kita di...

(Unen nunjuk ngarak-ngarak ke bundaran nampek Mesjid Agung...)

Menah             : suahlah pok Nen....yu pon kita kenum..

Lah lama ge unen kek menah bejelen aher e ketempoh nya kek bunderan...lah kek be udik ulak men urang due ya..

Menah             : wew sek nen bec tak aok aek ya..deng poto lok nen kita beng
     ne..cek kenang-kenangan jedei lah.

(yang Unen langsong nek nyebrang..api dektau nya bingung..)

Unen               : matei lah nakmana kita nek kiun nah, mubil mutor de jelen ne dek
  abis-abis.

Nya sangkak nak nyebrang beng kampong...mese nunggun mubil mutor liwat abis. Padehal ade jerembeh dek jeuh darei ya..
Rupa ge ntah nakmana kisah e setengong lah yang Menah di kek jerembeh ya..pinter nya sikit de ajek e Unen nyebrang...
Lah ateng beng aek mancor ya...ukeng...langsong nya ngeluar hape e.. gaya nya makai bebe...(BB).

Menah             : kak gek mulei pukok e Nen, pat men pok poto kak beng ne..

Kecerek kecerek ..kebenya due di bepoto-poto....
Lah ngarak ke peteng bereu nya umat due ya tekeneng kek pulek...
Lah penen ulak nya miker nyebrang. Paksa udeh ngenaic tangek ulak nek nunggun mubil angkot mirah nak kata Unen ge. Sukor lah nya ujung-ujung e umat due ya langsong ketempoh kek mubil mirah di, langsong lah nya pulek ke kos.

Besembung boy....